-->

Pengertian dan Contoh Kolom


Pengertian dan Contoh Kolom | Ada banyak penulis di Indonesia yang pernah  kita kenal. Penulis novel, cerpen, artikel, esai, resensi, puisi, berita, dan lain sebagainya. Hal ini menandakan bahwa geliat literasi di Nusantara semakin menampakkan taringnya. Penulis-penulis baru juga mulai bermunculan. Mereka juga ikut meramaikan pasar buku di Indonesia. Sementara media cetak dan online bak jamur di musim penghujan. Kehadirannya dijadikan sebagai ruang terbuka bagi penulis untuk berdiskusi, berdialog, menyampaikan gagasan lewat tulisan yang bisa dinikmati oleh publik.

Dari sekian banyak genre tulisan yang berkembang, mungkin sedikit yang muncul sebagai penulis kolom. Kenapa sedikit? Sebab menulis kolom itu "gampang-gampang susah" atau "susah-susah gampang", kata KH. Zainal Arifin Thoha, penulis buku Aku Menulis Maka Aku Ada. Pernyataan itu mungkin ada benarnya. Dikatakan gampang, karena kolom bukanlah tulisan formal dan kaku seperti halnya makalah, artikel ilmiah, atau lembaran kertas kerja yang dibangun secara ketat dengan dukungan data empirik yang akurat. Kolom tak lebih seperti obrolan ringan dan ringkas namun cerdas, memikat dan reflektif.

Barangkali itulah yang menyebabkan kolom tidak terjebak dengan kata-kata formalistik-akademis yang justru kaku dan kering. Tema dalam kolom bahkan tak jarang bersumber dari hal yang remeh temeh  di lingkungan  sekitar namun  sarat permenungan. Meski demikian, kolom tidak menafikan tema-tema global seperti persoalan politik, ekonomi, kebudayaan, dan tema umum lainnya.

Seorang kolumnis dituntut untuk menguasai kemampuan literer dan ekstra-literer: analitis, kritis, dan reflektif. Umumnya, seorang kolumnis adalah seorang sastrawan, seniman, sekaligus budayawan. Itu sebabnya, kebanyakan kolumnis di negeri kita adalah mereka yang berlatar belakang sebagai budayawan. Sebut saja misalnya, Umar Kayam, Mahbub Djunaidi, Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Najib, Mohamad Sobari, dan Goenawan Mohamad.

Kumpulan kolom Goenawan Mohamad yang sudah dibukuan hingga berjilid-jilid dan cukup terkenal adalah Catatan Pinggir. Kemudian, kumpulan kolom Emha Ainun Najib yang paling populer adalah Slilit Sang Kyai. Lalu, kumpulan kolom Abdurrahman Wahid antara lain berjudul Tuhan Tidak Perlu Dibela.

Kolom yang baik  dan bermutu menurut KH. Zainal Arifin Thoha adalah kolom yang mencerminkan "suara hati nurani", dan suara hati nurani tidak lain adalah "suara Tuhan itu sendiri". Kolom harus mampu menggedor-gedor perasaan pembaca dan menyisakan perenungan setelah selesai membacanya.

Lalu bagaimana struktur penulisan kolom? Jika  kita menganalisa dan membandingkan antara satu kolom dengan lainnya dari para kolumnis, model penulisan kolom memang sangat beragam. Namun, pada umumnya kolom diawali dengan wacana. Wacana ini bisa berupa cerita hikmah, bisa pula pengalaman dari hasil pembacaan, renungan, maupun perjalanan. Setelah itu, di bagian tengah berisi ulasan atau refleksi dari apa yang disampaikan di wacana awal. Tentu ulasan yang disampaikan, sekali lagi, bukanlah analisis yang bersifat akademis. Melainkan lebih kepada refleksi kritis dan menggigit, juga segar dan menawan.

Baca juga: Cara Menulis Daftar Pustaka yang Baik dan Benar

Yang terakhir adalah bagian penutup. Di bagian ini, kolumnis mempertajam ulasan-ulasan sebelumnya sekaligus memberi kejutan kepada pembaca. Penutup bisa juga diakhiri dengan solusi, pelajaran, atau tawaran aksi. Sederhananya, penutup adalah inti pesan yang hendak kita sampaikan.

Contoh Kolom
Sebagai contoh, bacalah kolom di bawah ini:
Kalau seorang direktur perusahaan tahu bahwa lima juta rupiah gajinya setiap bulan tidak seluruhnya merupakan hak miliknya, sehingga sebagian gaji itu diserahkan kepada kaum miskin yang menghakinya, pasti itu bukan jaminan bahwa kemiskinan akan lenyap dari muka bumi. Tetapi,  ia dengan demikian telah menjalankan kerangka duniawi-ukhrawi perniagaan dengan dan di dalam Allah. Ia telah lebih dari tingkat insan dan abdullah; ia khalifatullah.

(Dikutip dari kolom Emha Ainun Najib berjudul "Berniaga dengan dan di dalam Allah", Tempo, Slilit Sang Kiai, Jakarta: Grafiti. Cet. VI. 1992).

Membaca kolom di atas, Anda merasa kolom tak sesulit yang dibayangkan, bukan? Kalau begitu, apakah Anda tertarik untuk menulis kolom? Selamat mencoba!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel